Ketika Ledakan dan Lelucon Bertemu Nostalgia
Waralaba Bad Boys memang sudah menjadi ikon film buddy cop sejak pertama kali hadir di tahun 1995. Kini, hampir tiga dekade kemudian, Will Smith dan Martin Lawrence kembali menyapa layar lebar lewat “Bad Boys: Ride or Die”, sekuel keempat yang kembali menggandeng duo detektif legendaris Mike Lowrey dan Marcus Burnett.
Pertanyaannya: masihkah mereka punya daya tarik seperti dulu? Atau ini cuma nostalgia yang dipaksa hidup kembali?
Kalau kamu penikmat film aksi dan penasaran seberapa ‘panas’ aksi mereka kali ini, bisa cek juga rekomendasi lengkapnya di LayarTayang yang bahas film-film bioskop terkini.
Cerita: Tuduhan, Pelarian, dan Peluru di Mana-Mana
Dari Polisi Jadi Buronan
Kali ini, Mike dan Marcus harus menghadapi situasi yang lebih rumit. Setelah pensiunnya Marcus dan pernikahan Mike, hidup mereka tampak tenang. Tapi segalanya berubah ketika mantan atasan mereka, Kapten Howard, yang sudah meninggal di film sebelumnya, dituduh korup dan bersekongkol dengan kartel narkoba.
Saat mencoba membersihkan nama sang kapten, keduanya malah dijebak dan dituduh terlibat. Alhasil, mereka harus melarikan diri dan membuktikan kebenaran, sekaligus membongkar dalang sebenarnya di balik konspirasi ini.
Premisnya sederhana, tapi tetap memberi ruang untuk berbagai aksi spektakuler, humor khas Bad Boys, dan tentu saja hubungan bromance yang jadi daya tarik utama sejak film pertama.
Aksi dan Visual: Lebih Padat, Lebih Brutal
Mobil Meledak, Helikopter Jatuh, dan Komedi Terselip
Duo sutradara Adil El Arbi dan Bilall Fallah, yang sebelumnya mengarahkan Bad Boys for Life (2020), kembali duduk di kursi pengarah. Mereka jelas tahu kekuatan utama film ini: aksi cepat dan lelucon segar. Tak heran jika adegan tembak-menembak, kejar-kejaran mobil, bahkan duel di udara, terasa penuh energi.
Ada beberapa aksi yang terlihat berlebihan, tapi justru itu yang jadi ciri khas waralaba ini. Film ini juga terasa lebih “kasar” secara fisik dibanding film sebelumnya—lebih banyak luka, darah, dan intensitas. Meski begitu, semuanya tetap dalam koridor hiburan dan tidak pernah terasa terlalu gelap.
Sinematografinya dinamis, dengan pengambilan gambar drone dan kamera berputar yang cukup keren, meski sesekali terasa terlalu sibuk di mata.
Chemistry dan Komedi: Will & Martin Masih Kuat?
Duo Tua, Tapi Tak Kehilangan Taji
Will Smith dan Martin Lawrence memang bukan anak muda lagi, tapi chemistry mereka tetap jadi nyawa film ini. Will masih tampil sebagai detektif karismatik dan nekat, sementara Martin membawa elemen komedi dengan gaya khasnya yang over-the-top tapi tetap lovable.
Beberapa adegan kocak—terutama saat Marcus “berinteraksi” dengan dunia spiritual setelah mengalami serangan jantung—memberikan momen segar di tengah kepadatan aksi.
Interaksi mereka terasa natural, dan penonton bisa merasakan hubungan yang sudah terbangun selama puluhan tahun. Meski kadang bercandaannya agak basi, tetap saja berhasil memancing tawa.
Pendalaman Karakter dan Unsur Emosional
Lebih dari Sekadar Ledakan
Yang menarik, Ride or Die juga memberikan sedikit ruang untuk refleksi karakter. Mike yang mulai mempertanyakan ketangguhannya, Marcus yang mendapat “panggilan spiritual,” serta kehadiran anak Mike yang punya masalah masa lalu—semuanya memberikan lapisan emosional.
Meskipun tak dalam-dalam amat, tapi cukup untuk membuat penonton peduli. Di sini, film ini tak sekadar mengandalkan aksi, tapi juga dinamika keluarga dan loyalitas.
Kekurangan: Formula Lama, Beban Nostalgia
Main Aman di Zona Nyaman
Meskipun menyenangkan, film ini tidak membawa banyak hal baru. Cerita tentang polisi dikhianati dan menjadi buronan sudah sering kita lihat. Bahkan twist-twist dalam film terasa bisa ditebak, dan beberapa karakter pendukung tampil sekilas tanpa eksplorasi mendalam.
Namun jika kamu datang untuk hiburan cepat, aksi seru, dan tawa ringan, semua kekurangan itu bisa dimaafkan. Ini bukan film yang mencoba jadi revolusioner—melainkan sekadar ingin jadi tontonan seru di akhir pekan.
Kesimpulan: Masih Layak untuk Penggemar dan Penonton Baru
“Bad Boys: Ride or Die” mungkin tidak menyamai kehebohan film pertamanya, tapi tetap menyuguhkan tontonan penuh aksi, komedi, dan chemistry solid. Film ini tahu apa yang ingin disampaikan dan melakukannya dengan gaya khasnya sendiri—keras, lucu, dan penuh semangat.
Buat penggemar setia, ini adalah kembali ke rumah lama yang menyenangkan. Buat penonton baru, cukup mudah dinikmati tanpa harus menonton semua seri sebelumnya.
Apakah Bad Boys harus lanjut ke film kelima? Mungkin. Tapi jika iya, semoga masih ada bensin di tangki mereka.
Bad Boys for life? Mungkin benar juga.