Mengapa Masyarakat Indonesia Dikatakan Masyarakat Agraris – Pembentukan keinginan konsumen terjadi melalui perkembangan kesadaran baru. Kesadaran baru ini adalah bentuk kapitalisme, bukan kesadaran sejati akan masalah.
Pertanian Indonesia mencakup semua pengelolaan komersial hasil pertanian di luar sektor pertambangan, termasuk pengelolaan tanaman pertanian, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Produksi pangan berada di dalam sektor pertanian yang berfungsi sebagai industri primer. Indonesia menghasilkan berbagai tanaman pangan, terutama padi. Selain itu, yang bisa menjadi alternatif tanaman pangan bagi masyarakat adalah jagung, ubi jalar, kedelai, kentang, dan berbagai jenis biji-bijian. Namun, permasalahan pertanian Indonesia juga memasuki tahapan yang semakin kompleks. Beberapa isu menghindari pertikaian yang berlarut-larut dan saling terkait, misalnya: ketersediaan lahan, kebijakan politik, wabah penyakit, industrialisasi bahan pertanian, kelangkaan plasma nutfah lokal, kesejahteraan pekerja, dll. Isu pertanian seringkali menjadi perhatian dalam banyak kajian sosial. Kajian ini kembali dibentuk sebagai upaya membedah permasalahan sosial terkait penyediaan pangan bagi masyarakat.
Mengapa Masyarakat Indonesia Dikatakan Masyarakat Agraris
Sekitar 62 persen penduduk miskin Indonesia pada tahun 2013 adalah buruh tani. Persentase ini menunjukkan angka tertinggi dibanding berbagai jenis pekerja lainnya. Riset terkait menunjukkan bahwa produk pertanian marjinal di Indonesia mengalami rebound dari tahun ke tahun, sehingga trennya sangat tipis. Kemiskinan keluarga petani dapat disebabkan oleh berbagai sebab seperti kurangnya penguasaan tanah, ketimpangan tata niaga hasil bumi, pembuatan alat dan bahan, dll. Perlu disadari bahwa berbagai permasalahan tersebut di atas secara tidak langsung disebabkan oleh sejumlah besar orang yang menjadi konsumen dalam rantai konsumsi pangan. Di antara berbagai faktor sosial yang timpang, yang menjadi korban utama adalah lapisan masyarakat bawah, seperti petani.
Masyarakat dan Forum Pertanian Indonesia
Pembahasan awal dimulai dari masalah hulu yaitu ketersediaan lahan. Tanpa kebijakan yang kuat, lahan pertanian, khususnya pertanian skala kecil, akan semakin berubah fungsinya. Misalnya kebutuhan lahan pertanian di pulau Jawa bersaing dengan kebutuhan akan perumahan, pelayanan umum dan kepentingan ekonomi. Petani yang tinggal di daerah padat penduduk akan menjual tanahnya sesuai kemajuan pembangunan. Petani yang tidak memiliki tanah akan berganti pekerjaan menjadi buruh lepas, pekerja terampil, atau karyawan tergantung dari modal sekunder yang mereka miliki. Hilangnya modal tanah akan membuat mereka menjadi buruh tanpa kerja. Tenaga kerja yang tersedia ini dapat diserap secara memadai oleh industri, dengan sebagian kecil sisanya tetap dengan keterampilan dan pengalaman mereka sendiri. Penduduk yang tidak memiliki modal tanah akan menggunakan modal kapasitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perlu diingat bahwa saat ini para pelaku ekonomi khususnya di sektor pertanian secara tidak sadar telah menerapkan sistem tersebut
Masyarakat transisi dari pertanian ke masyarakat industri menyaksikan proses perubahan kapital. Modal utama petani adalah tanah, yang memiliki elastisitas waktu dan kuantitas, yang kemudian dapat diubah menjadi modal uang ketika dikomodifikasi. Selain modal finansial yang dimiliki petani, ada sejumlah keterampilan tambahan yang bisa digunakan masyarakat transisi ini untuk bertahan hidup. Salah satu keterampilan ini adalah perdagangan. Inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kelas pekerja abstrak. Sebagian kecil masyarakat petani dapat berganti pekerjaan sebagai tenaga ahli, misalnya seniman, guru, tenaga kesehatan, dll. Selain itu, masyarakat peralihan yang tersisa hanya dapat memasarkan tenaganya kepada pemilik usaha. Beberapa buruh tani awalnya adalah pemilik tanah yang telah kehilangan (atau kehilangan) tanah mereka. Buruh tani di tingkat industri seringkali merupakan buruh yang didatangkan dari daerah lain untuk mengolah tanah di daerah tertentu. Pekerjaan yang tidak terserap oleh sektor pertanian akan diserap oleh sektor industri lainnya. Inilah awal peralihan masyarakat dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri. Dengan kata lain, masyarakat agraris akan kehilangan bentuknya ketika modal utama diubah menjadi komoditas.
Konsekuensi lain dari alih fungsi lahan adalah ketersediaan pangan bagi masyarakat. Karena media tanam utama adalah tanah, maka produksi unsur hara dasar akan berkurang seiring dengan perubahan penggunaan lahan. Di daerah padat penduduk, tanah diubah menjadi bangunan atau infrastruktur yang bukan milik masyarakat umum. Sedangkan di tempat lain, tanah tidak berubah fungsinya melainkan hanya menjadi tempat pengolahan barang dagangan. Pergeseran komoditas lahan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan merupakan pergeseran dari hutan produksi atau sawah menjadi lahan monokultur massal. Artinya pada areal yang sangat luas hanya ditanam satu jenis tanaman utama, dan keberadaan tanaman lain hanya sebagai upaya perbaikan kondisi tanah (konservasi) atau sebagai tindakan sekunder. Peralihan dari lahan hutan di Kalimantan yang dapat menghasilkan karet, serat, umbi-umbian, buah-buahan dan rempah-rempah menjadi lautan kelapa sawit merupakan contoh perubahan penggunaan lahan yang ekstrim. Peristiwa ini diikuti oleh banyak konversi lahan lainnya menjadi lahan pertambangan, seperti yang kita saksikan di Papua dan pesisir selatan pulau Jawa.
Pertanyaan dan masalah pada tahap ini sampai pada hati nurani pemilik tanah. Petani yang memiliki lahan di Jawa, misalnya, memiliki pertimbangan yang berbeda dengan petani yang memiliki lahan di Kalimantan. Di Jawa, petani pada akhir 1990-an rata-rata memiliki lahan kurang dari satu hektar. Tuan tanah Jawa biasanya memperoleh tanah mereka melalui proses pewarisan. Dengan bertambahnya jumlah keturunan dalam keluarga, tanah yang ada akan terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Semakin kecil lahan, semakin kecil panennya. Sedangkan hasil pertanian hanya bisa dinikmati pada musim-musim tertentu. Oleh karena itu, pendapatan yang diperoleh dari lahan hanya sedikitnya dua sampai tiga kali dalam setahun, tergantung dari hasil panennya. Petani dengan tanaman semusim (seperti buah-buahan, kayu, dll) seringkali memiliki mata pencaharian alternatif selain bertani. Sedangkan petani yang memiliki tanaman semusim (padi, umbi-umbian, serealia, rempah-rempah dan sayuran) mengolah lahannya hampir setiap hari. Bagi petani tanaman semusim, lahan bisa menjadi aset atau usaha sampingan, bahkan bisa menyewa petani lain untuk mengelola lahannya. Sementara itu, petani tanaman semusim sering menjadikan kegiatan pertanian sebagai pekerjaan utama mereka. Dalam kasus kedua ini, petani seringkali dihadapkan pada pertimbangan ekonomi. Petani yang memiliki lahan pertanian musiman akan mendapatkan keuntungan yang besar jika lahannya cukup luas. Hal ini dapat diatasi dengan membentuk kelompok tani. Sementara itu, sebagian petani yang merasa tanah dan hasil buminya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari akan menjual tanahnya dan mengubah mata pencahariannya, seperti yang telah dijelaskan pada pernyataan sebelumnya.
Apakah Indonesia masih termasuk negara agraris?
Masyarakat pertanian terdiri dari mereka yang bekerja membuat hasil pertanian, serta bahan tambang. Pemburu, peternak, petani dan berbagai pelaku yang terkait dengan pengolahan sumber daya alam hayati dan tumbuh-tumbuhan dapat digolongkan sebagai masyarakat agraris. Masyarakat agraris selalu menghadapi kendala dalam menjalankan roda perekonomiannya. Masalah ditemukan melalui
(kesalahan manusia) dan sistem. Menyikapinya, komunitas petani selalu mencari cara untuk bertahan hidup. Upaya dilakukan – upaya fisik, material dan bahkan spiritual sehingga mereka dapat mengatasi hambatan secara memadai. Sehingga membentuk budaya masyarakat petani. Salah satu produk masyarakat tani yang terbentuk selama ini adalah cara mereka berkumpul. Pembentukan kelompok tani merupakan pengembangan yang dapat menguntungkan petani.
Kelompok tani secara tidak langsung dapat menjaga ketersediaan lahan pertanian. Kelompok tani terdiri dari berbagai petani yang berkumpul untuk memasok bahan dan alat pertanian, serta pedagang pasar. Kelompok tani kemudian juga dapat bergabung dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk menjangkau skala yang lebih luas. Gapoktan juga sering menjadi wahana penyaluran bantuan baik dari instansi pemerintah maupun LSM.
). Di banyak pulau lain, misalnya di Kalimantan dan Sulawesi, kelompok tani masih terdiri dari individu-individu dalam satu keluarga. Berbagai bentuk kelompok telah dirumuskan, antara lain kemitraan petani, koperasi, dan usaha tani yang disewakan kepada kemitraan komanditer. Selain alternatif tersebut, kelompok tani merasa lebih kuat karena berkomitmen pada prinsip peran kelompok dan prinsip norma. Namun, kelompok tani tidak selalu dapat menyelamatkan lahan dari komodifikasi. Mendidik pemilik tanah adalah kunci dari transformasi ini.
Berjuang Untuk Tanah
Selama ini, fakta yang disajikan hanya sebagian dari kompleksitas persoalan pertanian. Secara umum, kita telah mempertimbangkan kasus peralihan tanah dari kapital menjadi barang-dagangan. Ini mempengaruhi tidak hanya perkembangan masyarakat, pertumbuhan angkatan kerja dan ketersediaan pangan. Masih banyak persoalan lain yang belum bisa dijelaskan secara detail, misalnya perkembangan industrialisasi pertanian, berbagai kontroversi tentang revolusi hijau-organik-lestari, kelangkaan plasma nutfah pribumi dan masih banyak persoalan sosial, teknologi, dan geografis lainnya.
Masalah-masalah di atas terkadang tidak terlalu memprihatinkan karena masyarakat, terutama kaum intelektual, hanya berusaha menjelaskan masalah yang muncul.
Entah sekunder atau murni metafisik. Masyarakat berpaling dari masalah nyata yang paling dekat dengan mereka, masalah kelangsungan hidup. Pada tahap ini, faktor utama dari semua permasalahan di atas adalah kesadaran manusia itu sendiri. Namun, kesadaran ini tidak terbentuk dengan sendirinya. Kesadaran manusia adalah material tetapi dapat dikondisikan oleh faktor eksternal. Langkah awal untuk dapat mendeskripsikan permasalahan pertanian tersebut di atas adalah dengan menciptakan kesadaran masing-masing basis, khususnya masyarakat pertanian.
Kesadaran adalah aktivitas mental yang menghubungkan pengetahuan subjek dengan keberadaan sesuatu. Kesadaran juga merupakan keadaan dimana manusia mengetahui apa, dimana, mengapa dan bagaimana mereka sebenarnya ada. Ketika kita berbicara tentang hati nurani, kita tidak bisa meninggalkan pembahasan tentang
Petani Ingin Produktivitas Meningkat? BUMN Tawarkan Program Ini
Kesadaran manusia adalah obyek, proses pembentukan kesadaran, dan gangguan-gangguan yang terjadi pada saat kesadaran manusia terbentuk. Pembahasan tentang kesadaran kali ini akan diterapkan langsung pada permasalahan pertanian di Indonesia. Masyarakat agraris memiliki sejarah yang panjang dan bahkan paling tua diantara sejarah formasi sosial lainnya. Dalam beberapa abad terakhir, telah terjadi pergeseran kesadaran yang dramatis di kalangan masyarakat petani. Di Indonesia, kesadaran publik gagal memahami kondisi dan posisi mereka di tengah
Mengapa interaksi sosial dikatakan sebagai kunci dari segala kehidupan bermasyarakat, mengapa masyarakat Indonesia disebut masyarakat majemuk, mengapa bangsa Indonesia pada awalnya menyambut baik kedatangan Jepang, mengapa Pancasila dikatakan sebagai ideologi terbuka, mengapa Indonesia disebut sebagai negara agraris, mengapa VOC dikatakan negara dalam negara, mengapa Indonesia dikatakan strategis, mengapa Indonesia dikenal sebagai negara agraris, mengapa Indonesia dikatakan strategis, mengapa Indonesia disebut negara agraris, mengapa pancasila dikatakan sebagai dasar negara, kenapa intranet bisa dikatakan internet skala kecil